TEORI TEKTONIK LEMPENG
BAB
I
PENDAHULUAN
A)
Latar
Belakang
Peristiwa-peristiwa alam seperti gempabumi,
tsunami, dan letusan gunung berapi merupakan serangkaian peristiwa yang di akibatkan
oleh aktivitas tektonik yang terjadi di bumi. Masih kita ingat, gempa besar
yang terjadi di beberapa kota di Indonesia, mayoritas dari gempa tersebut
terjadi akibat aktivitas tektonk lempeng. Hal ini sendiri dikarenakan Indonesia
terletak pada jalur pertemuan lempeng.
Indonesia merupakan negara yang berada
di dua lempeng besar dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng
India-Australia. Ketiga lempeng ini juga memiliki batas lempeng yang dekat
dengan Indonesia yaitu di sebelah barat Sumatera sampai sebelah selatan Nusa
Tenggara Tmur sementara lempeng Pasifik dan lempeng India-Australia berbatasan
di utara Papua. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya zona subduksi sebagai
tanda batas lempeng pada daerah tersebut.
Menurut Djauhari (2014: 121) sifat mobilitas
kerak bumi sendiri ditandai dengan adanya gempabumi dan aktivitas gunung api yang
semuanya pernah dan rutin terjadi di Indonesia. Mobilitas ini juga memberikan
dampak lain di Indonesia, misalnya munculnya pulau-pulau baru yang ada dibarat
Aceh setelah peristiwa tsunami yang lalu. Dampak lain adalah suburnya tanah di
pulau Sumatera dan Jawa akibat mobilitas lempeng tektonik yang menghasilkan
gunung berapi di daerah tersebut.
B)
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
diangkat beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1) Apa
yang dimaksud dengan Tektonik Lempeng?
2) Bagaimana
sejarah perkembangan teori tektonik lempeng?
3) Apa
sajakah teori yang menjelaskan tektonik lempeng?
4) Apa
saja bukti dari pergerakan lempeng?
5) Bagaimana
dampak pergerakan lempeng yang terjadi di Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
Dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang pengertian tektonik lempeng, perkembangan teori tektonik lempeng (dari
teori pertama sampai sekarang), bukti-bukti-bukti terjadinya pergerakan
lempeng, serta dampak adanya pergerakan lempeng di Indonesia. Berikut
pembahasan yang penulis paparkan.
A)
Pengertian
Tektonik Lempeng
“Kata tektonik dipakai untuk menyatakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan perubahan kedudukan dan bentuk lapisan-lapisan batuan. Kedudukan
lapisan-lapisan batuan mengalami berbagai macam perubahan karena gaya-gaya yang
bekerja di dalam kulit bumi” (Bambang dkk, 1977: 105). Sementara itu menurut
Djauhari (2014: 121) teori yang menjelaskan mengenai bumi yang dinamis (mobile) dikenal dengan teori tektonik
lempeng. Dapat disimpulkan bahwa tektonik merupakan peristiwa pergerakan
lapisan kerak bumi.
Sementara itu lempeng merupakan kerak
bumi dan dibagi menjadi dua yaitu lempeng samudra yang sifatnya lebih lunak dan
lempeng benua yang sifatnya lebih keras dari pada lempeng samudra. Lempeng
merupakan object yang bergerak dan di
gerakan oleh tenaga konveksi dari dalam bumi. Dapat disimpulkan bahwa tektonik
lempeng merupakan pergerekan lempeng bumi dikarenakan arus konveksi di dalam
mantel bumi dan terjadi secara terus menerus.
B)
Perkembangan
Teori Tektonik Lempeng
Menurut Djauhari (2014: 121), sudah
sejak lama para ahli kebumian mengetahui bahwa daratan-daratan yang ada di muka
bumi ini sebenarnya tidaklah tetap di tempatnya, tetapi secara berlahan daratan-daratan
tersebut bermigrasi di sepanjang bola bumi. Wikipedia (2013) menyebutkan sebagai
berikut.
Pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan utama
bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa
dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori
geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudra Atlantik yang
berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika
Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan
ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.
Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi
semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat
menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.
Kemudian Alferd Wegener (1915) memperkenalkan hipotesis pertama tentang benua yang bersifat mobile, hipotesis ini beliau perkenalkan dengan nama hipotesis pengapungan benua (continental drift) yang juga terdapat dalam bukunya “The Origin of Oceans and Continents”. Pada hakekatnya hipotesis pengapungan benua menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya menjadi satu benua yang dikenal sebagi super kontinen yang bernama Pangea, Pangea sendiri berarti semua daratan. Super-kontinen Pangea ini diduga para ahli terbentuk pada 200 juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini (gambar 1.1).
Gambar
1.1 (anonim : 2009)
Meskipun memiliki kelemahan dan belum
diterima pada jamannya, teori ini tetap menjadi awal dari muncul-munculnya
teori tektonik lainnya. Teori ini sudah mendekati teori modern dengan hipotesis
bahwa benua-benua tersebut bergerak, sayangnya Wegener (1915) belum bisa
menjelaskan tentang pergerakan benua tersebut. Setelah berkembangnya ilmu-ilmu
bantu lain seperti paleomagnetis, seismologi dan geologi kelautan, pergerakan
benua ini barulah bisa dijelaskan.
C)
Teori-Teori
Tektonik Lempeng
Teori-teori tektonik merupakan teori
yang menjelaskan tentang bergesernya permukaan bumi (kerak bumi) sehingga
menyebabkan perubahan bentuk muka bumi. Banyak ahli yang mengungkapkan
pendapatnya tentang pergerakan muka bumi mulai dari berbagai jaman.
Penyempurnaan teori terus terjadi sehingga kita bisa mengetahui alasan
terjadinya bumi seperti sekarang ini. Berikut macam-macam teori pergerakan
lempeng.
Teori
Kontraksi (contraction theory)
Anonim (2013) mengemukakan bahwa Teori
kontraksi dikemukakan pertama kali oleh Descrates pada tahun 1596–1650 dan Beliau
menyimpulkan bahwa bumi lama kelamaan akan menyusut dikarenakan adanya
pendinginan yang menyebabkan di bagian permukaannya muncul adanya relief berupa
daratan, lembah dan gunung. Teori ini kemudian mendapat dukungan dari dua ilmuwan
lainnya yakni James Dana (1847) dan Elie de Baumant (1852). Kedua ilmuwan ini
menyakini bahwa bagian dalam bumi akan terjadi pendinginan akibat konduksi
panas yang mengakibatkan permukaan bumi mengerut sehingga muncul adanya
pegunungan dan lembah dan penampakan-penampakan alam lainnya.
Teori
Dua Benua (Laurasia-Gondwana Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Edward Suess
pada tahun 1831–1914 di mana ia berkeyakinan bahwa dulunya semua benua yang ada
di bumi sekarang ini menyatu menjadi dua benua besar yakni benua Laurasia di kutub
utara dan benua Gondwana di sekitar kutub selatan bumi. Kedua benua tersebut
kemudian bergerak saling mendekat ke arah daerah ekuator dan dalam
perjalanannya terpecah menjadi beberapa benua. Benua Laurasia terpecah menjadi
tuga benua yaitu menjadi Asia, Eropa, dan Amerika Utara, sedangkan benua Gondwana
terpecah menjadi tiga benua juga yaitu Afrika, Australia, dan Amerika Selatan.
Teori
Pengapungan Benua (Continental Drift)
Teori ini diperkenalkan pertama kali
oleh Alferd Wegener (1915), beliau menganggap bahwa benua yang sekarang berawal
dari sebuah superkontinen yang diberi nama pangea.
Kemudian benua tersebut pecah dan bergerak menuju posisinya seperti saat ini.
Tim Pembina Olimpiade Kebumian Indonesia (2010 : 12) menyatakan sebagai
berikut.
Wegener
mengambil kesimpulan ini berdasarkan kenyataan bahwa bentuk Amerika Selatan dan
Afrika seperti tepat berpasangan. Wegener menduga kedua benua tersebut dulunya
adalah satu. Kemudian Wegener memperkuat hipotesisnya dengan adanya bukti
kesamaan fosil yang ditemukan di berbagai benua. Contoh klasik mengenai hal ini
adalah ditemukannya fosil reptil Mesosaurus yang penyebarannya hanya terdapat
di Amerika Selatan bagian timur dan Afrika bagian Selatan. Hal ini bisa
diterangkan dengan baik dengan hipotesis bahwa kedua benua tersebut dahulu
merupakan satu daratan.
Tipe batuan dan
struktur di beberapa benua yang terpisah ternyata juga ada yang memiliki
kesamaan yang menunjukan benua tersebut pernah bersatu. Sebagai contoh adalah
gugusan pegunungan yang tersusun oleh batuan yang sama di Amerika sebelah
timur, Kepulauan Inggris dan Skandanavia.
Data iklim purba
juga mendukung hipotesis ini. Wegener mengemukakan adanya deposit glasial yang
terjadi pada akhir paleozoik (220-300 juta tahun yang lalu) yang terekam pada
batuan di bagian selatan Afrika, Amerika Selatan, India dan Australia.
Sayangnya hipotesis ini mendapat kritik
dan penolakan pada jaman tersebut. Pada saat itu Wegener belum bisa menjelaskan
bagaimana gerakan-gerakan benua tersebut terjadi. Setelah berbagai macam ilmu
bantu hadir dan pergerekan lempeng benua bisa dijawab tentang bagaimana
pergerakan benua itu bisa terjadi.
Hipotesis
Pemekaran Lantai Samudra (Sea Floor
Spreanding)
Hipotesis
ini dikemukakan pertama kali oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang
berjudul “Essay in Geopoetry Decribing
Evidence for Sea floor Spreanding”. Dalam tulisannya diuraikan mengenai
bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudra yang terjadi di pematang tengah
samudra (mid oceanic ridge), guyots, serta beliau memperkirakan umur
kerak samudra yang berusia lebih dari 180 juta tahun.
Hipotesis
pemekaran lantai samudra ini pada dasarnya adalah suatu hipotesis yang
menganggap bahwa bagian kulit bumi yang berada didasar samudra Atlantik
tepatnya berada di pematang tengah samudra mengalami pemekaran akibat oleh gaya
tarikan (tensional force) yang
digerakan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi ini berfungsi
sebagai penggerak dan litosfer sebagai ban yang berjalan. Hal lain yang perlu
diketahui dari hipotesis pemekaran lantai dasar samudra adalah Harry Hess
(1960) menyimpulkan bahwa volume bumi tetap dan tidak semakin besar dengan
bertambah luasnya lantai samudra dan hal ini berarti bahwa harus ada di bagian
belahan bumi lain dari kulit bumi dimana kerak samudra mengalami penyusupan
kembali ke dalam perut bumi (gambar 1.2).
Gambar
1.2 (Winari : 2012)
Teori
Tektonik Lempeng
Teori tektonik lempeng pertama kali
dikemukakan oleh McKenzie dan Robert Parker (1967) yang kemudian disempurnakan
oleh J. Tuzo Wilson. Teori ini menyempurnakan teori-teori sebelumnya menjadi
satu kesatuan konsep sehingga bisa lebih diterima oleh para ahli geologi. Teori
ini merupakan teori modern yang sekarang ini diakui oleh para ahli dibidang
tektonik lempeng dan bumi.
Teori tektonik lempeng adalah suatu
teori yang menjelaskan mengenai sifat bumi yang dinamis. Pada teori ini
dirumuskan bahwa lapisan bumi paling atas yang getas terdiri atas beberapa lempeng
yang bergerak relatif antara satu dengan yang lain (Tim Pembina Buku Olimpiade
Kebumian, 2010: 9). Teori ini menyempurnakan dari teori-teori sebelumnya. Teori
ini sependapat dengan teori pemekaran lantai samudra (sea floor spreanding) bahwa pergerakan lempeng disebabkan oleh arus
konveksi di dalam mantel bumi. Djauhari
(2014: 130) menuliskan bahwa dalam teori
tektonik lempeng membagi kerak bumi menjadi tigabelas lempeng besar dan kecil.
Adapun lempeng penyusun kerak bumi sebagai berikut.
a) Lempeng
Pasifik
b) Lempeng
Eurasia
c) Lempeng
India-Australia
d) Lempeng
Afrika
e) Lempeng
Amerika Utara
f) Lempeng
Amerika Selatan
g) Lempeng
Antartika
Serta
beberapa lempeng kecil sebagai berikut.
a) Lempeng
Nasca
b) Lempeng
Arab
c) Lempeng
Karibia
d) Lempeng
Filiphina
e) Lempeng
Scotia
f) Lempeng
Cocos
Batas-batas dari ke tigabelas lempeng
besar maupun kecil tersebut dapat dibedakan berdasarkan interaksi antar lempeng
tersebut. Berdasarkan Tim Pembina Buku Olimpiade Kebumian (2010: 18) batas
lempeng kerak bumi dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan pergerakan dari
lempeng tersebut (gambar 1.3) sebagai berikut.
1)
Batas divergen dimana lempeng bergerak
saling menjauh. Pada batas ini dihasilkan dasar samudra yang baru karena ada
penaikan material dari mantel (seafloor
spreading). Contoh paling terkenal dari batas lempeng jenis divergen adalah
punggung tengah samudra (mid oceanic ridge)
yang berada di samudra Atlantik.
2)
Batas konvergen, dimana lempeng bergerak
saling mendekat (bertubrukan). Tubrukan bisa terjadi antara kerak samudra dan
benua, samudra dan samudra yang mengakibatkan adanya zona tunjaman (subduksi)
atau benua dan benua (obduksi) yang mengkibatkan adanya bubungan yang membentuk
pegunungan (misalnya Alpen dan Himalaya). Di Indonesia lempeng konvergen dengan
tipe subduksi adalah kepulauan Indonesia sebagai bagian dari lempeng benua Asia
Tenggara dengan lempeng samudra Hindia-Australia di sebelah selatan
Sumatra-Jawa-NTB, dan NTT. Batas kedua lempeng ini berupa palung yang memanjang
dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur.
3)
Batas transform, dimana lempeng bergeser
menyamping satu sama lain menghasilkan suatu sesar mendatar. Contoh batas
lempeng transform adalah patahan San Andreas di Amerika Serikat yang merupakan
pergeseran lempeng samudra Pasifik
dengan lempeng benua Amerika Utara.
Gambar
1.3 (Fauzan : 2010)
D)
Bukti-Bukti
Pergerakan Lempeng
Terdapat banyak bukti tentang terjadinya
pergerakan lempeng di dunia apalagi sekarang bermacam-macam ilmu bantu tentang
lempeng sudah ada. Bukti bahwa lempeng bergerak akibat arus konveksi yang
terjadi di mantel bumi adalah batuan basalt baru yang selalu muncul di pematang
tengah samudra, batuan basalt yang terbentuk memiliki pola pembalikan magnetik
yang teratur. Hal ini menunjukan bahwa pada saat basalt membeku, mineral akan
merekam pola magnetik kutub magnet bumi saat itu yang membuktikan terjadinya
pemekaran samudra.
Dalam ilmu gempa juga dijelaskan bahwa
posisi-posisi episentrum (lokasi diatas permukaan bumi, diatas lokasi gempa)
terkonsentrasi pada posisi tertentu yang diyakini merupakan batas-batas
lempeng. Hal ini disebabkan batas lempeng tersebut merupakan zona yang secara
tektonik sangat aktif sehingga banyak menghasilkan gempabumi. Hal ini juga yang
menjadi bukti adanya penunjaman lempeng di bawah lempeng lain yang kemudian
dikenal dengan zona subduksi.
Informasi lainnya mengenai pergerakan
lempeng datang dari studi mengenai gunung api bawah permukaan. Contohnya adalah
rangkaian gunung api di kepulauan Hawaii, di mana dari hasil penentuan umur,
umur batuan vulkanik semakin tua pada gunung api yang semakin jauh dari Hawaii
(gambar 1.4). Para ahli meyakini bahwa hal ini terbentuk karena adanya hot spot, yaitu adanya penaikan material
mantel ke permukaan bumi. Pola umur batuan tersebut dapat dijelaskan dengan
mekanisme bahwa kerak samudra bergerak sedangkan posisi hot spot tetap. Dengan demikian rangkaian gunung api yang
dihasilkan akan bergeser sesuai arah gerakan lempeng.
Gambar
1.4 (Siagian: 2011 )
E)
Dampak
Pergerakan Lempeng bagi Indonesia
Indonesia terletak diantara beberapa
lempeng besar dunia yakni Pasifik, India-Australia, dan Eurasia. Lempeng ini
terus bergerak setiap tahunnya akibat arus konveksi bumi Hal ini tentunya
memberikan beberapa dampak bagi Indonesia. Berikut dampak pergerakan lempeng
yang terjadi di Indonesia.
1)
Indonesia menjadi daerah rawan gempa dan
tsunami. Hal ini terjadi jika terjadi tumbukan antar lempeng besar tersebut.
Contohnya seperti tsunami di Aceh yang terjadi tahun 2004, dan gempa Yogyakarta
2006 silam.
2)
Terdapat gugusan gunung berapi di
Indonesia yang berada mulai dari Sumatera sampai Jawa. Keberadaan gunung api
ini memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya tanah disekitar
gunung berapi subur dan kaya akan barang tambang yang bisa dimanfaatkan. Dampak
negatif terjadi ketika letusan gunung berapi yang mengakibatkan kerugian pada
daerah yang terkena dampak.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil bahwa
para ahli geologi sejak dulu telah menduga bahwa kerak bumi yang kita tempati
seperti sekarang ini terus bergerak. Dimulai dari teori kontraksi sampai dengan
teori tektonik yang kini dipercaya kebenarannya. Teori ini terus berkembang
saling melengkapi sehingga tercipta teori modern seperti sekarang ini.
Mekanisme pergerakan lempeng sendiri
disebabkan oleh arus konveksi yang terjadi di dalam mantel bumi sehingga memicu
terjadinya pergerakan lempeng. Hal ini bisa dibuktikan dengan selalu terbentuk
basalt baru di penampang tengah samudra dan kemudian menjauhinya. Sementara itu
lempeng yang sudah dingin akan memiliki densitas yang lebih tinggi sehingga
bisa menarik dan mendorong lempeng yang lebih ringan untuk masuk ke dalam. Lempeng-lempeng
ini dibagi menjadi tujuh lempeng besar dan beberapa lempeng kecil dan kecepatan
pergerakan lempeng ini sangat bervariasi antara 1-17 cm setiap tahunnya. Batas
pergerakan lempeng ini dibagi menjadi tiga yaitu konvergen, divergen dan
transform di mana semua memiliki ciri-ciri tertentu.
Pergerakan lempeng juga memberikan
dampak bagi Indonesia di antaranya adalah indonesia menjadi kawasan rawan gempa
dan tsunami dan dilalui jalur gunung api dunia. Hal ini tentunya berdampak
negatif dan positif bagi Indonesia. Dampak positif yang sampai sekarang kita
nikmati adalah kita bisa hidup di daerah yang tanahnya subur dan kaya akan
barang tambang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2009. Pangea, Sang Nenek Moyang Benua,
(online), (http://rifkymedia.files.wordpress.com/2009/12/pangea1.jpg),
diakses 19 September 2014
Anonim.
2013. Teori Lempeng Tektonik, (online),
(http://www.siswapedia.com/teori-lempeng-tektonik/), diakses 18 September
2014
Fauzan,
Abu. 2010. Teori Tektonik Lempeng, (online), (http://yudi81.files.wordpress.com/2010/12/image08.jpg),
diakses 19 September 2014
Noor,
Djauhari. 2014. Geologi Perencanaan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Siagian,
Todung. 2011. Pembentukan Kepulauan Hawaiii, (online),
(http://www.marinebio.net/marinescience/02ocean/hwimg/crst16bno[1].jpg),
diakses 19 September 2014
Tim
Pembina Olimpiade Kebumian Indonesia. 2010. Pengantar
Ilmu Kebumian. Yogyakarta : Tim Pembina Olimpiade Ilmu Kebumian Indonesia
Jurusan Teknnik Geologi Universitas Gajah Mada
Tim
Penulis. 1977. Bumi dan Antariksa.
Jakarta : PN Balai Pustaka
Wikipedia.
2013. Tektonika Lempeng, (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Tektonika_lempeng), diakses 18 September
2014
Winari,
Teguh. 2012. Pergerakan Lempeng Tektonik
dan Hubungannya dengan Geologi, (online),
(http://teguhpendirian.files.wordpress.com/2012/12/pemekaran.jpg?w=300&h=191),
diakses 19 September 2014
Komentar
Posting Komentar