SISTEM DAN PARADIGMA SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A)
Latar Belakang
Dalam kehidupan
bermasyarakat kita tidak mungkin terlepas dalam suatu sistem sosial masyarakat
yang kita tempati tersebut. Sistem sosial masyarakat terutama disetiap
wilayahnya berbeda-beda terutama di Indonesia tergantung dari budaya dan
kebiasaan daerah tersebut. Seringkali terjadi peristiwa kesalahan tingkah laku
yang kita lakukan ataupun peraturan yang berbeda didaerah lain dengan daerah
kita akibat perbedaan sistem sosial tersebut.
Kita harus
mengakui bahwa manusia merupakan mahluk sosial karena manusia tidak bisa hidup
tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan untuk urusan sekecil apapun
kita tetap membutuhkan orang lain (anonim: 2014). Dikarenakan pentingnya sistem
sosial alangkah baiknya jika setiap individu dibekali pengetahuan tersendiri
tentang sistem dan paradigma sosial itu sendiri. Pengetahuan ini akan berfungsi
dalam adaptasi yang dilakukan oleh individu terhadap sistem sosial daerah lain
yang berbeda. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas lebih lanjut
tentang sistem dan paradigma sosial.
B)
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat diangkat rumusan masalah sebagai berikut.
1)
Apa yang
dimaksud dengan sistem dan paradigma sosial?
2)
Apa saja ciri, unsur,
dan pendekatan dari sistem sosial?
3)
Apa fungsi dari
sistem sosial?
4)
Apa yang
dimaksud dengan paradigma fakta, definisi dan perilaku sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang pengertian sistem dan paradigma sosial, ciri, unsur, dan pendekatan
sistem sosial, fungsi dari sistem sosial, dan paradigma fakta, definisi, dan
perilaku sosial. Berikut pembahasan yang penulis paparkan.
A)
Pengertian
Sistem Dan Paradigma Sosial
a) Sistem
Sosial
Menurut teori Sibenertika Parson, sistem
sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling
mengalami ketergantungan dan keterkaitan (Ade: 2011). Sementara menurut Jabal
Tarik Ibrahim, sistem sosial adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang
mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan (Widjajati: 2010). Dapat
disimpulkan bahwa sistem sosial merupakan hubungan timbal balik yang relatif
konstan antara berbagai subsistem sosial yang mengalami saling mengalami
ketergantungan dan keterikatan.
Tallcot parson mempunyai teori yang
mengemukakan tentang social cybernatic
yang awalnya di kemukakan oleh Durkheim (Hidayati: 2014). Menurut Talcot Parson,
masyarakat bukan persamaan tetapi dapat dikatakan sebagai masyarakat jika mereka
dapat mengintegrasikan suatu perbedaan-perbedaan. Didalam integrasi itu
terdapat suatu proses-proses dalam perbedaan. Masyarakat ada jika sudah
terbentuk suatu sistem. Manusia menciptakan suatu hubungan yang bertujuan
menciptakan hal-hal yang terdapat didalam benak kita yang biasa dikatakan
dengan super ego.
Sistem sosial merupakan ciptaan dari
manusia itu sendiri, dalam hal ini sistem sosial terjadi karena manusia adalah
makhluk sosial. Sistem sosial mempengaruhi perilaku manusia, karena di dalam suatu
sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan
perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada
tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan
membedakan dari lingkungannya atau sistem sosial lain. Selain itu, di dalam sistem
sosial ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi
mempertahankan sistem sosial tersebut. Menurut Widjajati (2010) ada beberapa
hal yang membuat manusia menciptakan sistem sosial, antara lain sebagai berikut.
1) Manusia
mempunyai kebutuhan dasar biologi tertentu seperti pangan, papan, sandang dan
seks.
2) Untuk
memuaskan kebutuhan ini, manusia tergantung pada organisasi-organisasi
kemasyarakatan.
3) Kenyataan
di atas menciptakan kebutuhan-kebutuhan lain, yaitu kebutuhan sistem pada diri
individu.
4) Pada
akhirnya manusia berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari kebutuhan dirinya.
b) Paradigma
Sosial
Secara terminologis tokoh yang
mengembangkan istilah paradigma dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S.
Khun dalam bukunya yang berjudul “The
Structure Of Scientific Revolution”, menurut beliau paradigma adalah suatu
asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai)
sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu
pengetahuan itu sendiri (Hardian: 2012). Sementara menurut Ritzer paradigma
sosial adalah 1) pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang
menjadi pokok persoalan (subject matter) dalam ilmu pengetahuan, 2) sesuatu
yang menjadi pokok persoalan dalam satu cabang ilmu menurut versi ilmuwan tertentu
dan 3) kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu pengetahuan dan
membantu membedakan antara komunitas ilmuwan yang satu dengan yang lain
(Muchith: 2014). Sosial sendiri dapat disimpulkan sebagai masyarakat, jadi dapat
disimpulkan bahwa paradigma sosial adalah pendangan atau asumsi yang mendasar
dari masyarakat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan serta penerapan
dalam fakta kehidupan sosial dan perlakuan terhadap ilmu atau teori yang ada.
Menurut George Ritzer paradigma sosial
dalam sosiologi dibagi menjadi tiga (Irnarahmawati: 2013) yaitu sebagai
berikut.
1) Paradigma
fakta sosial yang menyatakan bahwa struktur yang terdalam masyarakat
mempengaruhi individu.
2) Paradigma
definisi sosial yang menyatakan bahwa pemikiran individu dalam masyarakat
mempengaruhi struktur yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini sekalipun
struktur juga berpengaruh terhadap pemikiran individu, akan tetapi yang
berperanan tetap individu dan pemikirannya.
3) Paradigma
perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku keajegan dari individu yang
terjadi di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan. Dalam hal ini
interaksi antarindividu dengan lingkungannya akan membawa akibat perubahan
perilaku individu yang bersangkutan.
B)
Ciri,
Unsur, dan Pendekatan Sistem Sosial
A. Ciri-ciri
sistem sosial
Seperti yang diketahui sistem merupakan
sehimpunan dari bagian atau komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama
lain secara teratur dan merupakan suatu kesatuan. Sementara sosial adalah kehidupan
bersama atau kemasyarakatan. Ciri-ciri dari sebuah sistem antara lain adalah Sistem
terdiri dari banyak bagian/komponen dan komponen-komponen tersebut saling
berhubungan satu sama lain dalam pola Saling ketergantungan.
Menurut Alvin L. Bertrand, dalam suatu
sistem sosial (Harry: 2011) terdapat :
1) dua
orang atau lebih
2) terjadi
interaksi antara mereka
3) bertujuan
4) memiliki
struktur, harapan-harapan bersama yang didomaninya.
Dalam sistem sosial pada umumnya
terdapat proses yang saling
mempengaruhi.
Hal ini disebabkan karena adanya saling keterkaitan
antara
satu unsur dengan unsur lainnya. Menurut Margono Slamet (Harry: 2011), sistem sosial
dipengaruhi oleh ekologi, demografi, kebudayaan, kepribadian, waktu, sejarah,
dan latar belakang. Ciri utama sistem sosial menerima unsur-unsur dari luar
(terbuka). Namun juga menimbulkan terjalinnya ikatan antarunsur-unsur dengan
unsure lainnya (internal) dan saling pertukaran antara sistem sosial itu
sendiri dengan lingkungannya (eksternal).
B. Unsur-unsur
sistem sosial
Menurut Shrode dan Voich (Aditya: 2007)
unsur-unsur itu adalah:
1) himpunan
bagian-bagian saling berkaitan
2) masing-masing
bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama, satu sama lain saling mendukung
3) semuanya
ditujukan pada pencapaian tujuan bersama atau tujuan sistem
4) terjadi
di dalam lingkungan yang rumit atau kompleks
Terdapat sepuluh unsur sistem sosial menurut
Alvin L. Bertrand yang dapat kita jadikan pedoman menganalisis suatu sistem
sosial yaitu sebagai berikut.
1) Tujuan
Setiap kelompok harus punya tujuan,
karena dibentuknya kelompok untuk mencapai tujuan. Tujuan adalah segala sesuatu
yang ingin dicapai/dimiliki. Sebagai manusia kita memerlukan banyak hal yang
harus dicapai baik sendiri maupun secara berkelompok. Manusia berkelompok tidak lain adalah agar
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri. Sebagai
seorang analis, kita dapat menanyakan apa tujuan yang hendak dicapai oleh suatu kelompok.
Tujuan ini harus jelas dan dipahami sama oleh setiap anggota kelompok. Kelemahan
kelompok akan nampak apabila tujuannya tidak jelas. Contoh: tujuan dalam
membentuk kelompok tani harus jelas dan diketahui oleh masing-masing anggota
sehingga mereka saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan tersebut.
2) Keyakinan
(Belief)
Keyakinan adalah “pengetahuan atau aspek
kognitif yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok, yaitu segala sesuatu yang
dianggap benar oleh sistem sosial. Keyakinan sosial dan kepercayaan publik
secara luas akan muncul apabila masyarakat sudah melihat bukti dan merasakan
manfaatnya . Contoh: Penerimaan bibit padi unggul oleh petani.
Sebelumnya petani tidak begitu percaya ketika bibit padi unggul pertama kali
diperkenalkan walaupun sudah dicoba berkali-kali. Namun, ketika hasilnya dapat
dilihat langsung dan manfaatnya dirasakan,
akhirnya para petani meyakini bibit padi unggul tersebut mampu berproduksi
lebih baik daripada bibit padi biasa. Keyakinan-keyakinan seperti itu harus
dimiliki oleh anggota-anggota sistem sosial karena keyakinan dapat berfungsi
sebagai perekat sistem sosial. Makin kuat keyakinan bersama dalam suatu sistem sosial, maka
semakin kompak sistem sosial tersebut.
3) Sentimen
Sentimen adalah perasaan-perasaan dan
emosi yang ada dalam kelompok. Kata sentimen diartikan sebagai perwujudan dari
perasaan (sentimentil). Sentimen, emosi, feelling seseorang secara garis besar
apakah seseorang itu senang atau tidak senang terhadap sesuatu. Dalam sistem sosial, setiap anggota harus mempunyai perasaan yang sama
terhadap suatu hal. Dengan lain perkataan mereka harus punya kesan yang sama
terhadap sesuatu. Contoh: suami istri harus punya perasaan yang sama terhadap
anak. Membangun sentimen memerlukan waktu yang lama, dan harus dimulai ketika
seseorang belum punya sentimen terhadap sesuatu. Patuh terhadap orang tua, kepercayaan
terhadap agama dan keimanan merupakan contoh-contoh sentimen. Oleh karena itu,
sentimen hendaklah dapat ditanamkan sejak kecil.
Dalam suatu sistem sosial, tidak mudah
mewujudkan kesamaan sentimen, karena sering sekali sentimen ini dipengaruhi
oleh berita-berita buruk. Oleh karenanya, perlu dicari upaya agar berita dan fakta yang buruk tersebut
jangan sampai mempengaruhi sentimen yang terbentuk.
4) Norma
Norma adalah perilaku standar yang dapat
diterima oleh sistem sosial. Norma masing-masing kelompok berbeda. Tiap
kelompok/sistem sosial menganut norma-norma tertentu. Norma adalah suatu
ketentuan tentang mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Bila tidak ada norma maka kehidupan ini akan kacau balau. Contoh: norma berpakaian. Bila tidak ada norma ini dapat anda bayangkan
apa yang akan terjadi? (Anneahira: 2014).
5) Sanksi
Sanksi berkaitan dengan sistem penghargaan atau hukuman yang dianut
oleh kelompok sosial tertentu. Bagi yang
melanggar norma apa sanksinya, sebaliknya bagi yang berprestasi, apa
penghargaannya. Norma adalah peraturan
yang tidak tertulis dan dimiliki masyarakat tertentu. Norma dan sanksi adalah
pasangan yang perlu ada dalam kelompok sosial. Namun yang penting adalah
bagaimana sanksi dan norma ini diterapkan dengan baik. Dapatkah Anda bayangkan
alangkah kacaunya suatu sistem sosial jika tidak ada sanksi.
6) Peran-Kedudukan
Peranan-kedudukan perlu diatur karena
adanya kedudukan yang berbeda seperti:
ketua, sekretaris, bendahara dan lain-lain. Pada setiap kedudukan melekat
seperangkat peranan yang harus dilakukan. Contoh: Lurah adalah suatu kedudukan, melekat pada
kata “Lurah” ada peranan mengatur masyarakat dan melaksanakan tugas
pemerintahan di desa.
Sebagai seorang analis sistem sosial,
maka yang utama adalah harus ada proses pendidikan untuk melaksanakan peranan
yang harus dilakukan sesuai dengan kedudukannya. Untuk itu diperlukan proses sosialisasi
peranan pada kedudukan masyarakat. Karena jika tidak dilaksanakannya dapat menimbulkan
kekacauan. Berkaitan dengan peranan ada beberapa konsep yang terkait yaitu:
a)
Role
Collition
Role
collition adalah suatu keadaan dimana terdapat
peranan-peranan yang tabrakan (kontradiktif). Contoh: seorang ayah yang bekerja
sebagai polisi. Ketika anaknya melanggar peraturan, sebagai polisi ia harus
memberikan sanksi yang tegas kepada
anakanya tersebut, tetapi disisi lain sebagi seorang ayah ia harus pula melindungi
anaknya. Dalam keadaan semacam itu, role collition semacam ini akan terjadi,
dimana terjadi tabrakan antara peranan ayah sebagai kepala rumah tangga dan
ayah sebagai polisi.
b)
Role
incompatibility
Role incompatibility adalah perannya
tidak cocok dengan orangnya. Contoh: seorang ayah yang tidak pernah beribadah
menasehati anaknya untuk menjadi anak yang rajin beribadah. Peran seorang ayah
yang besar dalam mendidik anaknya tidak diikuti dengan kemampuannya
mencontohkan atau tidak memberikan teladan.
c)
Role-Confusion
Orang yang mempunyai peran tetapi
mengalami kebingunan tentang apa yang harus dilakukannya. Misalnya ada perannya
tetapi tidak tersedia sarananya. Contoh: ada beberapa tenaga penyuluh pertanian
lapangan yang tidak dapat melaksanakan tugasnya dikarenakan adanya
rasionalisasi tenaga penyuluh di
instansinya bekerja.
7) Kekuasaan
(Power Autority)
Kekuasaan adalah suatu kewenangan
mengontrol atau mengendalikan orang lain dan kewenangan mengambil keputusan.
Ini adalah dua hal yang harus ada dalam sistem sosial. Siapa yang berwenang
mengendalikan orang lain? Siapa yang mengambil keputusan? Bila setiap orang
mempunyai perilaku yang berbeda-beda, maka sistem sosial tidak akan baik. Oleh sebab itu, agar sistem sosial berjalan
baik dan tertib, maka perlu ada yang
mengendalikan.
8) Jenjang
Sosial (Social-Rank)
Di dalam masyarakat, baik adat maupun
modern, selalu ada perbedaan kedudukan
atau jenjang sosial. Pada masing-masing jenjang sosial tercermin kedudukan dan
melekat prestise. Contoh: seorang mandor tentu akan mendapatkan gaji yang lebih
besar dari tukang, seorang tukang tentu gajinya akan lebih besar dari seorang
kuli.
Jenjang sosial atau kedudukan selalu ada
di dalam suatu sistem sosial karena jenjang sosial dan kedudukan tersebut
membuat seseorang termotivasi untuk maju.
Setiap orang termotivasi untuk bekerja. Contoh: Prajurit terbuka untuk menjadi Bintara, ini
berarti ada kemungkinan untuk naik jenjang.
Namun sebaliknya, jika seorang Kolonel tidak tahu bahwa dia memungkinkan
untuk menjadi Jenderal maka dalam kerjanya dia tidak akan termotivasi. Jika
seseorang sudah mencapai puncak harapannya, tentu harus mencari motivasi yang
lain.
9) Fasilitas
Setiap sistem sosial punya tujuan dan
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan fasilitas. Fasilitas ini adalah semua
hal yang bisa memudahkan pencapaian tujuan atau wahana mewujudkan tujuan
kelompok. Masalahnya sekarang, ada atau tidak fasilitas untuk mencapai tujuan.
Contoh: Mahasiswa S1 Agribisnis UT memerlukan sarana internet untuk mengakses
tutorial online Dinamika Kelompok. Bagaimana kecepatan jaringan internetnya,
cepat atau tidak, fasilitas ini sangat
diperlukan untuk proses interaksi mereka.
10) Tekanan
dan Ketegangan
Tekanan pada kelompok dimaksudkan adalah
adanya tekanan-tekanan dalam kelompok yang dapat menimbulkan ketegangan, dengan
adanya ketegangan akan timbul dorongan untuk mempertahankan tujuan kelompok. Tekanan
kelompok yang cermat dan terukur akan dapat mendinamiskan kelompok, bila tidak
justru akan berakibat sebaliknya.
Sementara menurut Soryono Soekanto juga
terdapat sepuluh unsur-unsur pokok suatu sistem sosial (Harry: 2011) sebagai
berikut.
1) Kepercayaan
yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap
sebagai suatu kebenaran mutlak.
2) Perasaan
dan pikiran yaitu suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan
sekelilingnya baik yang bersifat alamiah maupun sosial.
3) Tujuan
merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu atau
mempertahankannya.
4) Kaidah
atau norma yang merupakan pedoman untuk bersikap/berperilaku secara pantas.
5) Kedudukan
dan peranan: kedudukan merupakan posisi-posisi tertentu secara vertical
sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik secara structural
maupun prosesual.
6) Penguasaan
yang merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan
memaksa masyarakat untuk mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
7) Sanksi-sanksi
positif dan negative.
8) Fasilitas.
9) Keserasian
dan kelangsungan hidup.
10) Keserasian
antara kualitas hidup dengan lingkungan.
C. Pendekatan
Sistem Sosial
Konsep Holon ini menurut Arthur Koestler
yang mengatakan bahwa setiap kesatuan (entity) secara simultan merupakan satu
bagian dari kesatuan yang lebih besar dan satu kesatuan yang berdiri sendiri
(Ambu: 2014). Penggunaan konsep Holon dalam pendekatan system social akan
membawa akibat-akibat logis sebagai berikut :
1. Bahwa
pendekatan system menghendaki ditetapkannya suatui system fokal yang membentuk
persepektif mengenai system yang menjadi perhatian utama. Misalnya jika
keluarga sebagai system fokal, maka jika kita menggunakan konsep holon
perhatian harus kita arahkan baik kepada anggota-anggota keluarga sebagai satu
kesatuan maupun kepada lingkungan yang kita anggap penting seperti sekolah,
komuniti, organisasi kerja. Jadi kita harus melihat keluarga sebagai suatu
kesatuan maupun sebagai suatu bagian dari system yang lebih. Contoh jika di
satu lingkungan masyarakat terdapat seseorang yang memiliki prilaku sexual yang
menyimpang, seorang remaja suka melakukan pelecehan sexual kepada anak dibawah umur,
prilaku penyimpangan tersebut sangat menggelisahkan masyarakat. Perilaku
tersebut tidak terjadi secara spontan tetapi dikarenakan faktor keluarga yang
mendukung terbentuknya prilaku salah tersebut.Misalnya anak tersebut sering
menonton vcd porno dan orang tua cenderung tidak memperhatikan anak, tidak
memberikan ddidikan agama yang benar, tetapi masalah keluarga lainnya ada
kekerasan dalam keluarga, bahkan tidak mustahil anak tersebut pernah
mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari keluarga terdekat atau dari
tetangga.
2. Bahwa
hubungan sebab akibat (causal net work) yang dilukiskan diatas tidak lah
merupakan hubungan suatu arah melainkan hubungan yang berganda dan
multidimensial. Dengan kata lain prilaku tidak ditentukan oleh satu holon(
ditinjau sebagai bagian dan kesatuan yang berdiri sendiri) tetapi oleh
interaksi dan saling mempengaruhi antara system-sistem dan subsistem, atau
holon dalam berbagai tingkatan.
3. Akibatnya
kita harus memandang bahwa hubungan sebab akibat linear( linear cause-effec
relationshif) tidak ada dan kiranya tidak lah tepat untuk melihat prilaku
manusia secara demikian.
Fungsi Sistem Sosial
Menurut Ankie M.M. Hoogvelt, ada 4
fungsi sistem sosial (Maya: 2013) sebagai berikut.
1) Fungsi
Adaptation (Adaptasi)
Sistem
sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi. Menurut
Ade (2011) fungsi ini dilaksanakan oleh subsistem ekonomi.
Contohnya
adalah melaksanakan produksi & distribusi barang-jasa
2) Fungsi
Goal Attainment (Pencapaian Tujuan
Yang Diharapkan)
Menurut Nurrohman (2013) sebuah sistem
harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Kemudian ‘Sistem
Kepribadian’, adalah melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan
tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya.
Sedangkan ‘Sistem Pemerintahan’ (sistem politik), adalah melaksanakan fungsi
pencapain tujuan dengan mengejar tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor
(sumber daya manusia) untuk mencapai tujuan.
3) Fungsi
Integration (Integrasi/Kebersamaan)
Menunjukkan adanya solidaritas sosial
dari bagian-bagian yang membentuknya serta berperannya masing-masing unsur
tersebut sesuai dengan posisinya. Integrasi hanya bias terwujud jika semua
unsur yang membentuk sistem tersebut saling menyesuaikan. Oleh karena itu
diperlukan solidaritas dari masing-masing unsur sistem sosial. Manurut Ade
(2011) fungsi ini dilaksanakan oleh subsistem hukum dengan cara mempertahankan
keterpaduan antara komponen yg beda pendapat/konflik untuk mendorong
terbentuknya solidaritas sosial.
4) Fungsi
Latent Pattern Maintance
(Pemeliharaan Pola Latent).
Dilaksanakan oleh subsistem budaya
menangani urusan pemeliharaan nilai-nilai & norma-norma budaya yg berlaku
dengan tujuan kelestarian struktur masyarakat. Subsistem ini dibagi menjadi
subsistem keluarga, agama,pendidikan. Setiap subsistem memiliki tugas
pemeliharaan nilai dan norma masing-masing atau berbeda dari subsistem lainnya.
Keempat subsistem (pranata) ekonomi,
politik, hukum dan budaya tersebut akan bekerja secara mandiri tetapi saling
bergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan & kelestarian sistem
sosial secara keseluruhan.
Paradigma Fakta,
Definisi Dan Perilaku Sosial
Paradigma merupakan terminologi kunci
dalam model perkembangan ilmu pengetahuan yang diperkanalkan Kuhn (Pratama:
2014). Secara umum paradigma adalah perspektif adalah sudut pandang dan cara
pandang kita terhadap sesuatu (Harramain: 2010). Perspektif yang digunakan
dalam menghampiri suatu peristiwa komunikasi akan menghasilkan perbedaan yang
besar dalam jawaban, dan makna yang dideduksi. Perspektif selalu mendahului
observasi kita. Paradigma sosial menurut George Ritzer paradigma sosial dalam
sosiologi dibagi menjadi tiga (Irnarahmawati: 2013) yaitu 1) paradigma fakta
sosial yang menyatakan bahwa struktur yang terdalam masyarakat mempengaruhi
individu, 2) paradigma definisi sosial yang menyatakan bahwa pemikiran individu
dalam masyarakat mempengaruhi struktur yang ada dalam masyarakat, dan 3) paradigma
perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku keajegan dari individu yang
terjadi di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan.
A) Paradigma
fakta sosial
Dalam paradigma fakta sosial, masyarakat
dipandang sebagai kenyataan atau fakta yang berdiri sendiri, terlepas dari
persoalan apakah individu-individu menyukainya atau tidak menyukainya.
Masyarakat dalam strukturnya, yaitu bentuk pengorganisasian, peraturan, hirarki
kekuasaan, perananperanan, nilai-nilai, dan apa yang disebut sebagai
pranatapranata sosial, merupakan fakta yang terpisah dari individu, namun
mempengaruhi individu tersebut.
Sejak kecil
individu-individu sudah masuk dalam perangkap daya paksa masyarakat. Mereka
dengan segera akan belajar, bahwa tidak boleh berbuat sekehendaknya melainkan
harus selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan masyarakat di
seklilingnya. Dengan demikian, dalam kehidupan ini ada kemauan umum yang harus
diikuti di atas keinginan-keinginan individual.
B) Paradigma
definisi dan metode sosials
Sebagai suatu realitas sosial yang
tumbuh dan/atau berkembang dalam komunitas, maka metode analisis terhadap
masalah-masalah sosial tidak berbeda dengan metode analisis realitas sosial
yang lainnya. Sedangkan menurut Max Weber ialah tindakan individu selama
tindakan tersebut mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan
diarahkan kepada orang lain (Alkhawarizmi: 2013). Perdefinisi, metode analisis
ini juga akan sangat tergantung pada pola hubungan antar variabelnya. Jika pola
hubungannya bersifat kuantitatif, maka metode analisisnya juga harus bersifat
kuantitatif. Begitu pula jika pola hubungannya bersifat kualitatif, maka metode
analisisnya juga harus bersifat kualitatif.
C) Paradigma
perilaku sosial
Membahas mengenai paradigma perilaku
sosial secara khusus lebih dirujukkan kearah penyimpangan sosial atau perilaku
menyimpang (Jihadi: 2012), yang sadar atau tidak sadar pernah kita alami atau
kita lakukan. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh
siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala
luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam
masyarakat.
Suatu perilaku dianggap menyimpang
apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku
dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri (conformity)
terhadap kehendak masyarakat. Seseorang yang melakukan tindak penyimpangan oleh
masyarakat akan dicap sebagai penyimpang (devian).
Sebagai tolok ukur menyimpang atau tidaknya suatu perilaku ditentukan oleh
norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Setiap tindakan
yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat akan dianggap
sebagai penyimpangan dan harus ditolak.
Seorang pelaku penyimpangan senantiasa
berusaha mencari kawan yang sama untuk bergaul bersama, dengan tujuan supaya
mendapatkan teman. Lama kelamaan berkumpullah berbagai individu pelaku
penyimpangan menjadi penyimpangan kelompok, akhirnya bermuara kepada
penentangan terhadap norma masyarakat. Dampak yang ditimbulkan selain terhadap
individu juga terhadap kelompok/masyarakat.
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem sosial merupakan hubungan timbal
balik yang relatif konstan antara berbagai subsistem sosial yang mengalami
saling mengalami ketergantungan dan keterikatan. Sistem sosial mempengaruhi
perilaku manusia, karena di dalam suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai
dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat.
Selain itu, di dalam sistem sosial ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang
dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut. Sementara
paradigma sosial adalah pendangan atau asumsi yang mendasar dari masyarakat
tentang apa yang menjadi pokok permasalahan serta penerapan dalam fakta
kehidupan sosial dan perlakuan terhadap ilmu atau teori yang ada.
Ciri utama sistem sosial menerima unsur-unsur
dari luar (terbuka). Namun juga menimbulkan terjalinnya ikatan antarunsur-unsur
dengan unsure lainnya (internal) dan saling pertukaran antara sistem sosial itu
sendiri dengan lingkungannya (eksternal). Menurut Alvin L. Bertrand, ada
sepuluh unsur dari sistem sosial yaitu keyakinan (pengetahuan), perasaan (sentiment), tujuan, norma, status dan
peran, tingkatan atau pangkat (rank), kekuasaan atau pengaruh (power), sanksi, sarana atau fasilitas,
dan tekanan ketegangaan (stress strain).
Menurut Ankie M.M. Hoogvelt, ada 4 fungsi sistem sosial yaitu fungsi adaptation (adaptasi), Goal Attainment (Pencapaian Tujuan Yang
Diharapkan), integration
(Integrasi/Kebersamaan), dan latent
Pattern Maintance (Pemeliharaan Pola Latent). paradigma sosial menurut
George Ritzer paradigma sosial dalam sosiologi dibagi menjadi tiga
(Irnarahmawati: 2013) yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial,
dan paradigma perilaku sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
Ade,
Fitria. 2011. Teori Sibernatika, (online), (http://fitriaade17.blogspot.com/2011/10/teori-sibernetika.html),
diakses 20 Oktober 2014.
Aditya,
Teguh. 2007. Pengertian Sistem Sosial, (online), (https://cdma.wordpress.com/2007/04/25/pengertian-sistem-sosial/),
diakses pada 16 November 2014
Alkhwarizmi,
Teguh. 2014. Paradigma Definisi Sosial,
(online), (https://b1ms.wordpress.com/tag/paradigma-definisi-sosial/),
diakses pada 16 November 2014
Anneahira.
2014. Pengertian Sosial, (online), (http://www.anneahira.com/pengertian-sosial.html),
diakses pada 16 November 2014
Anonim.
2014. Pengertian dan Definisi Sosial
Menurut Para Ahli, (online), (https://buntokhacker.wordpress.com/materi-pemelajaran/sosial/pengertian-dan-definisi-sosial-menurut-para-ahli/),
diakses pada 16 November 2014
Hardian,
Agung. 2012. Paradigma Sosial, (online), (http://agunghardian.blogspot.com/2012/03/paradigma-sosial.html),
diakses 21 Oktober 2014.
Harry,
Rusandy. 2011. Sistem Sosial Budaya
Indonesia, (online), (http://rusandyharry.blogspot.com/2011/10/sistem-sosial-budaya-indonesia.html),
diakses 20 Oktober 2014.
Henny,
Ambu. 2010. Teori Sistem Sosial, (online), (http://saung-ambu.blogspot.com/2010/06/teori-sistem-sosial.html),
diakses pada 16 November 2014
Hidayati,
Nur. 2014. Teori Talcolt Parson. (online), (http://nurhidayati494.wordpress.com/2014/03/02/teori-talcott-parson/),
diakses pada 16 November 2014
Irnarahmawati.
2013. Paradigma Sosial, (online), (http://irnarahmawati.wordpress.com/2012/12/25/paradigma-sosial/),
diakses 21 Oktober 2014.
Jihadi,
Hilman. 2012. Makalah Paradigma Sosial
Dalam Masyarakat, (online),
(http://hart94isd.blogspot.com/2012/03/makalah-paradigma-sosial-dalam.html),
diakses 21 Oktober 2014.
Langgo,
Irfan. 2009. Masyarakat Sebagai Sistem
Sosial (Talcott Parson), (online),
(http://irfanlanggo.blogspot.com/2009/11/masyarakat-sebagai-sistem-sosial.html),
diakses pada 16 November 2014
Maria,
Tria Ari. 2014. Membedakan Paradigma
Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial Dan Paradigma Perilaku Sosial, (online), (https://aritrimaria.wordpress.com/2014/04/27/membedakan-paradigma-fakta-sosial-paradigma-definisi-sosial-dan-paradigma-perilaku-sosial/),
diakses pada 16 November 2014
Maya,
Erika. 2013. Pengertian, Unsur dan Fungsi
Sistem Sosial dan Budaya Indonesia, (online),
(http://catatankecilerika.blogspot.com/2013/02/pengertian-unsur-dan-fungsi-sistem.html),
diakses 20 Oktober 2014.
Muchith,
Abdul. 2014. Paradigma, Penelitian
Kualitatif dan Kuantitatif dalam Kajian Antropologi, (online), (http://edukasi.kompasiana.com/2014/04/05/paradigma-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif-dalam-kajian-antropologi-646667.html),
diakses 21 Oktober 2014.
Nurrohman,
Reza. 2013. Sistem Sosial Budaya dalam
Perspektif Teoritis, (online), (http://sangkalafatamorgana.wordpress.com/2013/07/01/sistem-sosial-budaya-dalam-perspektif-teoritis/),
diakses pada 16 November 2014
Pratama,
Adi. 2013. Pengertian Paradigma Sosiologi
– George Ritzer, (online), (http://sosiologiuberallez.blogspot.com/2012/07/pengertian-paradigma-sosiologi-george.html),
diakses pada 16 November 2014
Supriyanto,
Aditya. 2014. Paradigma Dalam Sosiologi,
(online), (http://adiksikopi.blogspot.com/2014/03/paradigma-dalam-sosiologi.html),
diakses pada 16 November 2014
Wesly,
Candra. 2012. Unsur-Unsur Sistem Sosial
dan Masyarakat Sebagai Sistem Sosial, (online),
(http://candrawesly.blogspot.com/2012/06/unsur-unsur-sistem-sosial-dan.html),
diakses pada 16 November 2014
Widjajati,
laely. 2010. Pengertian Sistem Sosial
(Menurut Sosiologi), (online), (http://laely-widjajati.blogspot.com/2010/01/pengertian-sistem-sosial-menurut.html),
diakses 20 Oktober 2014.
Komentar
Posting Komentar