BEHAVIORISME
BAB I
PENDAHULUAN
A)
Latar Belakang
Manusia pada hakekatnya
merupakan mahkluk yang selalu belajar baik secara sadar maupun tidak sadar,
bahkan ada sebuah paradigma yang menyatakan bahwa manusia mati saja yang tidak
belajar. Belajar sendiri menghasilkan tiga unsur pokok yaitu yaitu perubahan
perilaku, pengalaman, serta lamanaya waktu perubahan perilaku (Suardi, 2012: 4).
Berkembangnya dunia pendidikan menyebabkan berkembangnya pula bagaimana cara
belajar.
Sejak berkembangnya
dunia pendidikan dan ilmu psikologi yang mempelajari tentang manusia maka mulai
berkembang pula macam-macam teori belajar yang dikemukakan banyak ahli. Banyak
ahli yang mengemukakan teori tentang pembelajaran dengan harapan pembelajaran
dapat berlangsung lebih efektif. Beberapa teori pembelajaran antara lain
behaviorisme, kognitif, konstruktivisme, dan lain-lain.
Berbeda denga teori
yang lain, teori pembelajaran behaviorisme lebih memfokuskan kepada model
hubungan stimulus dan respon sebagai hasil dari belajar seseorang dan juga
teori ini menganggap manusia sebagai individu yang pasif akan tetapi reatif
terhadap lingkungan. Teori ini memiliki berbagai macam keunikan dengan berbagai
macam percobaan-percobaan yang dilakukan oleh penganut teori ini. Dalam makalah
ini, penulis akan membahas lebih dalam lagi tentang teori behaviorisme.
B)
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut.
1)
Apa yang
dimaksud dengan psikologi behaviorisme?
2)
Siapa saja tokoh
yang menganut aliran psikologi behaviorisme?
3)
Apa saja ciri
dari teori belajar behaviorisme?
4)
Apa saja prinsip
dalam teori belajar behaviorisme?
5)
Apakah tujuan
pembelajaran teori behaviorisme?
6)
Bagaimana
implikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Dalam makalah ini
penulis akan membahas tentang pengertian psikologi behaviorisme, penganut
aliran psikologi behaviorisme, ciri teori belajar behaviorisme, prinsip dalam
belajar behaviorisme, tujuan pembelajaran behaviorisme, dan implikasi teori
behaviorisme terhadap pembelajaran. Berikut pembahasan yang penulis paparkan.
A)
Pengertian Psikologi Behaviorisme
Seperti telah
diketahui, behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang membahas
tentang manusia dan perilakunya. Sama halnya dengan teori-teori belajar lainnya,
behaviorisme juga merupakan aliran yang revolusioner meskipun beberapa ahli
menganggap bahwa aliran ini termasuk evolusioner karena dianggap sudah ada
sejak lama. Behaviorisme secara keras juga menolak unsur-unsur kesadaran yang
tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi
tentang perilaku yang nyata (Panggabean, 2010: 1). Hal ini yang secara garis
besar membedakan aliran behaviorisme dengan aliran pembelajaran yang lainnya.
Menurut Sanyata (2012:
3) behaviorisme ini sendiri adalah teori dan pendekatan yang menganggap bahwa
pada dasarnya manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan
dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit
berperan aktif dalam menentukan martabatnya. Sementara menurut Miltenberger
(2004: 5), behaviorisme is the field of
psychology concerned with anlyzing and modifying human behavior
(behaviorisme adalah bidang psikologi yang terkhusus pada analisa dan perubahan
perilaku manusia). Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis mennyimpulkan
behaviorisme adalah teori psikologi yang mempelajari secara khusus tentang
perubahan manusia berdasarkan perilaku yang dapat di lihat atau di observasi
dan mempelajari tentang hal-hal yang mempengaruhi perubahan perilaku manusia
tersebut.
Tanggapan terhadap
rangsangan menjadi faktor utama dalam teori behaviorisme. Tanggapan terhadap
rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap
perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam
menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan
tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam
mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang
subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar
behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkret.
Dalam teori
behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan
nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar.
Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional akan tetapi behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar
yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia dan memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
manusia mesin (Homo Mechanicus) dari
pemikiran kaum behavioris.
B)
Tokoh Penganut Aliran Psikologi Behaviorisme
Tokoh-tokoh aliran
behaviorisme di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner,
dan Albert Bandura. Tokoh-tokoh ini mengembangkan teori-teori tentang psikologi
dan pembelajaran yang berbasis behaviorisme. Teori-teori aliran behaviorisme
menurut beberapa ahli sebagai berikut.
1)
Teori Belajar
Menurut Thorndike
Menurut Thorndike,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Percobaan Thorndike yang terkenal
dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam
sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop
yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut
menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu
bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah (Dariyanto:
2014). Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi
tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat
diamati. Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum
efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan. Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
2)
Teori Belajar
Menurut Watson
Watson merupakan tokoh
utama aliran ini dan beliau mendefinisikan psikologi sebagai hal yang harus
bersifat positif sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang
dapat diamati melainkan haruslah tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku
yang dapat diobservasi (Suryabrata, 2013: 267). Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi
Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Sumbangan utama Watson adalah
ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang
mengaturnya, jadi psikologi menurutnya adalah ilmu yang bertujuan meramalkan
perilaku (Panggabean, 2010: 5).
3)
Teori Belajar
Menurut Clark Hull
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin , hal ini erlihat dari teorinya yang menganggap bahwa keseimbangan
biologis harus didapatkan manusia terlebih dahulu. Menurut Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia,
sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
berwujud macam-macam (Panggabean, 2010: 5). Penguatan tingkah laku juga masuk
dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis. Karena Hull
mengaitkan dengan kondisi eksternal, maka Hull sering dikritik bukan sebagai
behavioris sejati.
4)
Teori Belajar
Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie
yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru
harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.
5)
Teori Belajar
Menurut Skinner
Konsep-konsep yang
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena itu Skinner membagi respon menjadi dua yaitu respodent dan operant
response. Respodent response merupakan respon yang timbul oleh perangsang
tertentu misalnya munculnya air liur hewan saat ada makanan, sementara operant
response adalah respon yang timbul dan berkembang di ikuti perangsang tertentu
dan bersifat memperkuat (Suryabrata, 2013: 273). Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu, dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
6)
Teori Belajar
Menurut Albert Bandura
Sebagai seorang
behavioris, Bandura lebih menekankan teorinya tentang proses belajar tentang
respon terhadap lingkungan. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya (Dariyanto: 2014). Oleh karena itu teori
yang dikemukakan oleh Bandura lebih di sebut dengan teori belajar sosial atau
modeling. Prinsip utamanya adalah memfokuskan perilaku merupakan hasil dari
interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan.
Dalam proses modeling, konsep reinforcement
yang dikenal adalah vicarious
reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang lain dapat memperkuat
perilaku individu sementara self-reinforcement,
individu dapat memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa
selalu harus ada orang dari luar yang memberinya reinforcement (Panggabean, 2010: 8). Sayangnya teori ini mendapat
kritik yang terutama datang dari kelompok aliran behavioristik keras, yang
memandang Bandura lebih tepat untuk dimasukan dalam kelompok aliran kognitif
dan tidak diakui sebagai bagian dari behavioristik. Penyebab utamanya karena
pandangan Bandura yang kental aspek mentalnya.
C)
Ciri Teori Belajar Behaviorisme
Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Sementara menurut Miltenberger (2004: 3), ciri-ciri behaviorisme
sebagai berikut.
1)
behavior is what people do and say
2)
have one or more dimensions
3)
can be observed, described, and recorded
4)
have an impact on the enviroment
5)
is lawful
6)
and may be overt and covert
Pada teori belajar ini sering disebut
S-R psikologi artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran
atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian
dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavior dengan stimulusnya. Pendidik yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkahlaku peserta didiknya merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik dapat me-reinforcement
peserta didiknya agar peserta didik terangsang untuk dapat berbuat seperti yang
diharapkan (Salam, 2002: 114). Pendidik yang masih menggunakan kerangka
behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan
menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai
yang komplek.
Faktor penguatan (reinforcement) adalah salah satu faktor
yang dianggap penting oleh penganut aliran behavioristik. Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun
akan semakin kuat.
Berdasarkan keterangan
diatas Penulis secara umum menuliskan ciri-ciri teori behavioris sebagai
berikut.
1)
Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2)
Mementingkan
bagian-bagian (elentaristis)
3)
Mementingkan
peranan reaksi (respon)
4)
Mementingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar
5)
Mementingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6)
Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
D)
Prinsip Dalam Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan
aliran psikologi yang memiliki beberapa prinsip dasar. Berikut beberapa prinsip
dasar aliran psikologi behaviorisme (Oktarima dan Mahsusan, 2006: 2).
1)
Perilaku nyata
dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau
mental yang abstrak
2)
Aspek mental
dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah problem untuk sciene,
harus dihindari.
3)
Penganjur utama
adalah Watson (overt, observable behavior)
adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4)
Dalam
perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para
behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya
pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan
mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt
behavior tetap terjadi.
5)
Aliran
behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat
positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
Sementara
prinsip-prinsip teori behaviorisme menurut Panggabean (2010: 8) sebagai berikut.
1)
Obyek psikologi
adalah tingkah laku
2)
Semua bentuk
tingkah laku di kembalikan pada reflek
3)
Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
Berdasarkan dua
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teori behaviorisme memilki prinsip
dasar antara lain mengedepankan pada
tingkah laku yang keliahatan saja, terdapat penghargaan dan hukuman dengan
kaitannya dalam pembelajaran, adanya faktor S-R (stimulus-respon). Terhadap
aliran behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap
potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut pandangan ini, manusia
tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan
tingkah lakunya sendiri.
E)
Tujuan Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran
menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar menurut behavioris adalah sebagai aktivitas yang menuntut peserta didik
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada
ketrampian atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan
pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan tes
tertulis. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual. Pada intinya tujuan
pembelajaran behaviorisme lebih mengedepankan pada pembelajaran yang harus
mengikuti jadwal dan aturan yang sudah ditetapkan atau terencana oleh pendidik.
Pembelajaran seperti ini merupakan pembelajaran yang umum di gunakan oleh
pendidik yang ada di Indonesia.
F)
Implikasi Teori Behaviorisme Terhadap Pembelajaran
Teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar
atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
pokok dalam belajar menurut teori ini, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri peserta didik itu sendiri atau dengan kata lain
harus dikontrol oleh orang lain atau sistem tersendiri.
Hal-hal diatas yang membuat kurikulum berbasis
filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem
pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa karena
behaviorisme cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan
manusia yang dilahirkan. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri secara
mendri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri masing-masing peserta didik. Jadi tugas pendidik menurut
Salam (2002: 51) lebih kepada mengembangkan proses pembelajaran adalah memberi
dorongan kepada anak untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki, mengamati
sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan
sendiri, membangun dan menghias sendiri, sesuai dengan minat yang ada pada
dirinya.
BAB III
PENUTUP
A)
Kesimpulan
Behaviorisme adalah
teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh
respon peserta didik terhadap rangsangan yang di berikan. Tanggapan terhadap
rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap
perilaku kondisi yang diinginkan. Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan teori
behaviorisme, diantaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner,
dan Albert Bandura. Adapun ciri-ciri dari teori behaviorisme yaitu adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Prinsip dasar aliran
behaviorisme secara garis besar antara lain
mengedepankan pada tingkah laku yang keliahatan saja, terdapat
penghargaan dan hukuman dengan kaitannya dalam pembelajaran, adanya faktor S-R
(stimulus-respon). Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan
pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar menurut behavioris adalah
sebagai aktivitas yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Aplikasi
teori behavioristik terhadap proses pembelajaran juga tidak bisa sepenuhnya
dilakukan mengingat teori ini krang memberikan ruang bebas dalam berkreasi bagi
siswa.
B)
Saran
Berdasarkan paparan
diatas, penulis menganggap bahwa teori belajar behaviorisme sudah tidak tepat
jika digunakan secara menyeluruh dalam dunia pendidikan. Teori ini membuat
manusia kehilangan kebebasannya dalam berkreasi dalam belajar sehingga manusia
lebih banyak pasif dan hanya mengikuti atuaran yang telah di sediakan. Meskipun
begitu penulis beranggapan bahwa tidak sepenuhnya prinsip dalam teori ini tidak
bisa digunakan dalam pembelajaran, terdapat beberapa prinsip yang masih bisa di
pertimbangkan oleh pendidik untuk dikembangkan dan diterapkan dalam dunia
pendidikan. Salah satu prinsip yang menurut penulis bisa di terapkan antara
lain pemberian respon positif. Pemberian respon positif akan merangsang peserta
didik untuk semakin bersemangat dalam mengikuti pembelajaran sehingga pantas untuk
dicoba dalam praktek pendidikannya. Menurut penulis seorang pendidik dalam
pembelajarannya tidak boleh terpaku dengan satu teori belajar saja akan tetapi
harus bisa mengkombinasikan beberapa teori belajar sehingga menjadi sebuah
teori belajar yang dirasa sesuai dengan peserta didik yang akan mereka ajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Dariyanto, N. Feri. 2014. Teori Belajar
Behavioristik, (online), (https://ferdonan.wordpress.com/teori-belajar-behavioristik/), diakses pada 22 Februari 2015. (lampiran 1)
Miltenberger, G. Raymond. 2004. Behavior Modification : Principles And
Procedures. Australia: Wadsworth.
Panggabean, Hana. 2010. Behaviorisme, (online), (http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?option=com_content&task=view&id=34&pop=1&page=0&itemid=1), diakses pada 17 Februari 2015. (Lampiran 2)
Oktarima, A. I. Vega & Mahsusan,
Dikatu. 2006. Psikologi Aliran
Behaviorisme. Makalah Tercetak, (online), (http://psikologi.or.id), diakses pada 17 Februari 2015.
Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Pedagogik: Dasar-Dasar Ilmu
Mendidik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sanyata, Sigit. 2012. Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik
dalam Konseling. Jurnal Paradigma.
Jurnal Paradigma, (online), 7 (14):
1-11, (staff.uny.ac.id), diakses 17 Februari 2015.
Suardi, Moh. 2012. Pengantar Pendidikan Teori Dan Apilikasinya. Jakarta Barat: PT
Indeks Penerbit.
Suryabrata, Sumardi. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar