Membendung Modernisasi Transportasi Umum

Membendung Modernisasi Transportasi Umum
(Studi Kasus Angkutan Umum Online vs Angkutan Umum Konvensional)

Teguh Dwi Imanda
S1 Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
E-mail: teguhdwigeografi2014@gmail.com

Abstrack: Modernisasi merupakan proses yang tidak bisa dihindari dalam dunia saat ini. Banyak bidang terdampak modernisasi yang begitu cepat dan merubah kebiasaan masyarakat.Di Indonesia, modernisasi transportasi umum yaitu transportasi berbasis online yang sekarang terjadi menyebabkan konflik dengan transportasi konvensional. Konflik ini tak kunjung selesai karena kedua belah pihak merasa berada pada posisi benar dan pemerintah yang lama membuat peraturan untuk menyelesaikan konflik ini.

Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Proses modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Abdulsyani: 1994).
Modernisasi dikhawatirkan dapat menimbulkan diorganisasi dalam masyarakat karena perubahannya yang sangat cepat. Hal ini lah yang terjadi dalam kondisi masyarakat saat ini. Perubahan yang begitu cepat dan membuat masyarakat terutama pelaku yang terdampak terkena culture shock.  Berbagai macam kekhawatiran tersebut yang sekarang ini membuat modernisasi di Indonesia masih diperdebatkan sampai sekarang. Hal nyata adalah fenomena angkutan online yang dianggap mengancam angkutan umum konvensional. Dalam Artikel ini, penulis akan membahas hal yang sebanarnya terjadi dibalik protes angkutan umum konvensional kepada angkutan umum online,
Dibalik Protes Angkutan Umum Konvensional
Peristiwa protes angkutan umum konvensional terhadap angkutan umum berbasis online sebenarnya sudah dimulai sejak satu tahun yang lalu, 22 Maret 2016 di Jakarta. Saat itu Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) yang merupakan gabungan antara gabungan pengemudi taksi, angkot, bajaj, hingga beberapa trayek kopaja dan metromini melakukan demo yang sampai akhirnya berakhir ricuh. Kini satu tahun kemudian, dalam beberapa pekan terakhir, demo angkutan umum konvensional terhadap angkutan umum modern kembali terjadi. Perbedaannya kali ini, protes terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti Bandung dan Malang. Tuntutan mereka sama, yaitu meminta aplikasi angkutan umum yang berbasis online untuk dibekukan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Semenjak awal, pengusahaan transportasi yang dijalankan oleh pengusaha swasta menomorsatukan profit sehingga pelayanan justru terabaikan. Akibatnya, seringkali terjadi tindak kejahatan sehingga muncul kesan bahwa transportasi tidak aman. Jika ingin aman, konsumen harus mengeluarkan uang lebih banyak. Harga perjalanan angkutan umum konvensional juga tidak tetap, harga bisa berubah sewaktu-waktu. Apalagi ketika bbm naik, maka harga akan ikut naik, sementara jika bbm turun harga tidak berubah normal kembali. Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh transportasi online dengan keunggulannya yaitu aman, murah, nyaman.
Aksi protes yang terjadi terkesan dimanfaatkan pengusaha transportasi untuk mengeruk keuntungan dari sini. Sayangnya, korban dari kekalahan persaingan transportasi konvensional adalah sopir yang tidak memiliki alat produksi dan harus menyetor kepada pemilik modal. Mereka tidak sadar bahwa gerakan protes mereka sebetulnya dimanfaatkan oleh pengusaha yang ingin keuntungan saja tapi minim inovasi untuk kelangsungan bisnis mereka dalam menghadapi persaingan dengan transportasi online. Pengusaha angkutan umum konvensional besar seharusnya berani mengurangi tarif dan setoran sopir agar mampu bersaing dengan transportasi berbasis online. Bukannya malah terkesan mengadu antara sopir transportasi konvensional dengan sopir transportasi online.
Dalam hal ini kita jarang memposisikan diri berada di sisi sopir angkutan umum konvensional yang tidak memiliki alat produksi. Mereka adalah bagian yang paling dirugikan dalam hal ini. Disatu sisi mereka harus memberikan setoran kepada pengusaha secara rutin, di sisi lain mereka juga harus mendapat keuntungan untuk menghidupi keluarga mereka. Susahnya bersaing dengan transportasi online tentunya harus segera diatasi agar yang tidak terkena dampak besar adalah ratusan sopir yang merupakan masyarakat kelas bawah.
Aturan Tanpa Pembaharuan
Aturan merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat suatu proses modernisasi. Dalam konflik ini, aturan merupakan hal penting awal mulanya konflik. Aturan lama belum mempertimbangkan kemajuan tekhnologi. Sehingga pihak angkutan konvensional mempermasalahkan aturan yang hanya dikenakan kepada salah satu pihak saja. Seharusnya pemerintah  dalam hal ini legislatif segera merevisi undang-undang mengingat konflik ini sudah muncul kepermukaan sejak satu tahun yang lalu. Konflik ini akan dapat diredam ketika pemerintah berani mengambil sikap. Sayangnya sampai sekarang pemerintah terkesan tidak berani menentukan keputusan yang membuat bola panas bergulir semakin besar. Aturan juga diharapkan tidak memberatkan salah satu pihak sehingga modernisasi juga tidak dibatasi oleh pemerintah karena bagaimanapun modernisasi merupakan hal yang positif karena bersifat mempermudah aktifitas masyarakat.
Solusi Permasalahan
Kini, dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari pihak yang salah. Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua akan menjadi pantas untuk disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional salah karena tidak tanggap dengan perubahan zaman, belum lagi kesalahan dalam demonstrasi yang berujung kekerasan fisik. Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan pesaing yang sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena tidak tanggap dalam melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan belum menyediakan peraturan yang dapat mengakomodir dan menertibkan konflik yang ada.            
Maka, sebenarnya solusinya tinggallah jawaban dari kesalahan semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus lebih tanggap terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi, sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga yang terlampau jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi sehat. Pemerintah, sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’ yang merupakan ciri kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah memilih dengan cerdas apa yang mereka hendak gunakan.
KESIMPULAN
Modernisasi merupakan proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Abdulsyani: 1994). Modernisasi dalam dunia sekarang ini sangat sulit untuk dihentikan karena berbagai kemudahan yang terus tercipta. Konflik antara transportasi konvensional dan transportasi berbasis online merupakan bentuk konflik dari perubahan sosial dalam waktu cepat. Konflik ini tercipta karena transportasi konvensional belum siap akan perubahan dan terkesan senang berada di zona nyaman. Disisi lain konflik ini tercipta karena aturan yang juga belum diperbarui sehingga salah satu pihak merasa dirugikan.





DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
CNN Indonesia.2016. Memahami Persoalan Transportasi Online vs Konvensional, (online), (http://student.cnnindonesia.com/inspirasi/20160324114135-327-119458/memahami-persoalan-transportasi-online-vs-konvensional/), diakses pada 14 Maret 2017.
Farhan Abdul Majid. 2016. Taksi Konvensional Vs Online Fenomena Perubahan Sosial, (online), (http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281), diakses pada 14 Maret 2017.
Hukum Online.2015. Perlu Payung Hukum Bagi Transportasi Berbasis Aplikasi, (online), (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55d42e922a5a2/perlu-payung-hukum-bagi-transportasi-berbasis-aplikasi), diakses pada 14 Maret 2017.
M.Yasin. 2015. Konsep Predatory Pricing Bisa Dipakai Melihat Persaingan Ojek, (online), (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55ff40f8edc56/konsep-ipredatory-pricing-i-bisa-dipakai-melihat-persaingan-ojek), diakses pada 14 Maret 2017.
Rosana Ellya. 2011. Modernisasi Dan Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs Vol.7 No.12 Januari-Juli 2011
Raganta, Gusti. 2016. Di Balik Transportasi Online versus Transportasi Konvensional, (online), (https://www.selasar.com/jurnal/32773/Di-Balik-Transportasi-Online-versus-Transportasi-Konvensional#_=_), diakses  pada 14 Maret 2017.
Tempo 2016.  Transportasi Online vs Konvensional, (online), (https://m.tempo.co/read/news/2016/05/13/275770702/transportasi-online-vs-konvensional), diakses pada 14 Maret 2017.

Vincentius. 2016. Saat Modern Berusaha Bersanding dengan Konvensional, Bisakah?, (online), (http://www.hipwee.com/opini/saat-modern-berusaha-bersanding-dengan-konvensional-bisakah/), diakses pada 14 Maret 2017.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) BANYUWANGI - SECARA UMUM

PERMASALAHAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI DALAM KURIKULUM 2013